Internal Audit Indonesia's

Februari 11, 2010

Bermula dari SMS-Kaleng…

Filed under: Artikel seputar Internal Audit — internalauditindonesia @ 12:00 am

SMS Kaleng adalah indikasi. Bisa dianggap sebagai ketidakpuasan, keluhan, ketidakberesan, budaya kerja yang buruk, atau sisi negatif lainnya. Apalagi bila si pengirim tidak mau menyebutkan identitasnya.

Yang jelas, orang-orang yang bekerja di Risk Management seringkali mendapat SMS-Kaleng. Mulai dari curhat, issue, fitnah hingga indikasi kejahatan-manajerial yang melibatkan sejumlah staff dan petinggi dari berbagai bagian di sebuah unit kerja. Kita sendiri mungkin tidak dapat membedakan apakah ini “keluhan yang didramatisir”, “laporan dari barisan sakit hati” atau hal lain ?

Atau si pelapor tiba-tiba curhat langsung ke telepon atau hp kita. Bila sudah begini, banyak manfaat yang dirasakan bila kita selalu membiasakan diri membawa alat tulis dan buku / kertas kecil untuk mencatat hal-hal penting pengaduannya. Syukur-syukur bila pengaduan itu disampaikan pada saat jam kerja, dimana speaker bisa kita keraskan sehingga rekan sekerja di Risk Management mencatat pokok-pokok keluhannya dan kita fokus pada penggalian faktanya. Dan akan efektif lagi bila kita selalu mempersiapkan digital audio records di meja kerja kita. Sehingga kita kemudian bisa menganalisisnya lebih akurat lagi.

Apa pun bentuk laporannya, tugas personil di Risk Management (sebenarnya juga tugas pimpinan unit kerja, internal audit, loss prevention dan semua level manajerial) adalah menampung terlebih dahulu apa adanya. Caranya, banyak cara. Bisa dengan respon yang antusias dan apresiasi yang mendalam, “Oh ya ?!”, “Koq bisa begitu ?”, “Masa sih”, “Sejak kapan”, “Koq bisa-bisanya ya…” atau kata-kata empatik lainnya.

Pertanyaan “SiADi deMen BaBi” bisa kita lontarkan untuk terus menggali faktanya. Siapa, Apa, Dimana, dengan Mengapa, Bagaimana, dan Bilamana (Kapan). Fakta kadang terpelintir dengan kepentingan tersembunyi, harapan, penilaian subyektif, atau perspektif pribadi, kalau tidak pinter-pinter mengkritisinya. Apalagi bila yang menyampaikan pengaduan menyampaikannya dengan penuh emosi, dendam pribadi, sejarah masa lalu yang buruk dan faktor suka-tidak-suka. Untuk itulah kita perlu mengkristalisasi masalahnya berdimensi apa.

Dalam menggali keluhan dan “Laporan A-1″ ini, prinsip-prinsip relasi humanis wajib ditaati. Seperti tidak menyalahkan, tidak menggurui, memberi apresiasi dan respek yang mendalam, memberi motivasi, memberi janji perlindungan saksi, menjadikan si pelapor orang yang penting dan berarti, dst. dst.  Tujuan kita satu : dapatkan fakta asli seobyektif mungkin !

Bila si pelapor mulai “bernyanyi”, mintalah ia juga dapat menyampaikannya ke “japri” alias jalur pribadi, baik melalui email (@yahoo.com, gmail.com dan email lain yang berada diluar perusahaan) atau pun telepon rumah. Atau, adakan pertemuan rahasia di luar jam kerja dengannya. Jangan lupa, beri kata sandi untuk namanya atau untuk kasusnya, semisal “KP-12″ atau Situbondo-14, dll.

Kemudian, crosscheck ke lapangan dan bagian terkait dengan silent mission. Karena kita tidak tahu, sejauh mana kejahatan-manajerial ini sudah mengakar dan merambah keatas. Apakah ini hanya kesalahan prosedur, kesalahan analisis, penyimpangan dan manipulasi, korupsi atau bahkan kejahatan korporasi ?

Kumpulkan bukti-bukti awal, saksi kunci, hingga mendapatkan modus, pola dan motifnya. Pertimbangkan untuk mengrimkan Special Agent / Investigator yang ditugaskan ke lapangan. Bisa secara terbuka, atau secara tertutup dengan alasan yang masuk akal, reguler dan tak terduga. Seperti penyadapan, orang baru yang dimutasikan (disusupkan) ke TKP, atau cara lain yang lebih dirasakan soft seliar langit imajinasi kita.

Terus, tindaklanjuti oleh Internal Audit. Dan pertimbangkan apakah bagian Loss Prevention atau Security perlu dilibatkan ? Apakah saksi ahli perlu dimintai masukannya ?

Kita pun sebenarnya bisa memaksa si pelapor dengan cara menyampaikan bahwa selama ia menyembunyikan identitas dirinya, selama itu pula kita anggap ini issue, pencemaran nama baik, kebohongan publik, atau ilusi semata. Lalu, bagaimana kita tahu bahwa identitasnya benar, ya… check saja apakah identitas dia masih tercatat di HRD ?Karena pernah di kasus lain, justru yang mengadu adalah mantan karyawan dan bukan karyawan yang berstatus karyawan tetap !

Lalu, satu hal yang bisa kita lakukan adalah membuat kronologis kasus perkara secara apik dan sistematis. Hubungi kembali si pelapor. Bacakan, fax atau adakan pertemuan khusus agar ia membaca secara lengkap laporan “dark star” itu. Apakah ia setuju, lengkap, cukup memadai dan benar. Bila OK, teruskan proses kasus ini sebagaimana mestinya.

Dan terakhir, tetaplah waspada agar kita tidak terjebak politik kantor yang sedemikian kuat, rapih dan telah dirancang sistematis tanpa kita sendiri menyadarinya. Ingat pula asas praduga tak bersalah, dan hati-hati dengan jebakan pencemaran nama baik.

Bukankah selalu berpikir “dari sisi lain” lebih banyak manfaatnya dalam mengungkap kasus ”penyimpangan” ? Dan tak jarang pula, SMS kaleng ini jadi puncak gunung adanya indikasi “corruption bu greed” !

Tinggalkan sebuah Komentar »

Belum ada komentar.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.