Internal Audit Indonesia's

Agustus 26, 2010

Technical Competencies dalam CV

Filed under: Tips Seputar Wawancara Kerja — internalauditindonesia @ 12:00 am

Untuk anda yang memiliki latar belakang profesi di bidang teknik atau profesi lain yang memerlukan specific skills, kadang sering timbul pertanyaan, “Seberapa penting sebetulnya mencantumkan technical competencies dalam CV?”

Pertanyaan ini sering timbul karena bila mencantumkan technical competencies dalam CV, dikuatirkan CV akan menjadi terlalu panjang. Sebaliknya bila tidak mencantumkan, dikuatirkan CV kita akan langsung disingkirkan dari shortlist kandidat potensial.

Menjawab pertanyaan seperti ini, kita harus menilik kembali ke proses sortir CV yang umum dilakukan oleh berbagai perusahaan di Indonesia maupun negara-negara lainnya untuk setiap lowongan pekerjaan yang mereka miliki.

Yang harus diketahui sejak awal, ingatlah bahwa sangat jarang terjadi CV yang anda kirimkan akan langsung dibaca oleh user atau calon atasan anda, yang notabene memiliki latar belakang teknik atau memiliki pemahaman mengenai specific skills yang dibutuhkan.

CV yang anda kirimkan (baik dalam bentuk soft copy maupun hard copy) pada umumnya akan diterima oleh staf di HR Department yang bertugas untuk menyortir ratusan atau bahkan ribuan CV yang masuk.

Ini jelas menjadi sebuah tantangan tersendiri. Mengapa? Karena bisa disimpulkan secara sederhana bahwa staf di HR Department tersebut tentunya tidak memiliki pemahaman mendalam mengenai technical competencies yang dibutuhkan untuk posisi tersebut. Saya tidak ingin dituduh menyamaratakan bahwa semua staf di HR Department pasti seperti itu, tapi kenyataan yang sering saya temui memang demikian adanya.

Dengan pemahaman yang terbatas, apa yang bisa mereka jadikan sebagai rujukan untuk menyortir CV kandidat? Tentunya mereka akan kembali merujuk ke job requirements yang biasanya sudah tercantum di setiap iklan lowongan pekerjaan untuk menentukan apakah kandidat ini perlu di-shortlist atau disingkirkan.

Itulah sebabnya saya tidak pernah bosan mengingatkan untuk selalu sungguh-sungguh mempelajari setiap iklan lowongan pekerjaan secara cermat dan menyesuaikan apa yang akan anda cantumkan didalam CV berdasarkan apa yang tercantum dalam job requirements di iklan lowongan pekerjaan tersebut.

Sekedar berbagi cerita, beberapa waktu yang lalu saya pernah dimintai bantuan oleh seorang teman untuk me-review CV yang dibuatnya untuk melamar ke satu perusahaan multinasional berdasarkan iklan yang termuat di harian KOMPAS.

Secara artistik, saya tidak ragu untuk memberi nilai 10 untuk CV yang dibuatnya. Kombinasi font dan komposisi layout sungguh eye-catching. Tapi dengan sangat menyesal saya berikan nilai 3 untuk efektifitasnya, karena dari 5 halaman yang dibuatnya, saya belum bisa menemukan sebetulnya apa yang membuatnya bisa dimasukkan kedalam shortlist kandidat setelah membaca 2 halaman pertama.

Setelah saya tunjukkan bagaimana mengubah CV-nya agar tidak hanya menarik tapi juga efektif, 5 halaman tersebut kemudian dapat dipersingkat menjadi 2 halaman saja. Saya menghilangkan semua bullshit (istilah yang saya pakai untuk semua informasi yang tidak relevan dan tidak perlu tercantum didalam CV) dan memberikan penekanan pada technical competencies yang dimilikinya, yang kebetulan sesuai dengan job requirements yang tercantum dalam iklan.

So far so good, hanya tiga hari setelah mengirimkan CV yang sudah dimodifikasi, teman saya mendapat panggilan interview dan saat ini bahkan sudah memasuki tahap ketiga dalam proses rekrutmen di perusahaan multinasional tersebut.

Masalah dirinya diterima atau tidak pada akhirnya, itu sudah sedikit diluar kekuasaan, tapi paling tidak saya berhasil kembali membuktikan pendapat (ngotot) saya yang menyatakan kalau CV itu hanya berfungsi sebagai sarana untuk mendapatkan panggilan interview.

Tidak kurang tidak lebih.

Setelah itu tentunya tergantung pada kemampuan anda sendiri untuk meyakinkan apakah anda memang orang yang tepat untuk menempati posisi tersebut.

Jadi kalau kita kembalikan pembicaraan ini ke topik semula, apakah perlu mencantumkan technical competencies dalam CV? Saya tidak ragu untuk mengatakan YA… sangat perlu! Asalkan jangan lupa untuk mencantumkan hanya technical competencies yang relevan sesuai dengan apa yang dicari.

CV bukan tempat yang tepat untuk mencantumkan omong kosong yang tidak perlu. No bullshit, straight to the point, get down to business… and you’ll get that interview invitation call very soon.

Sumber : Suryosumarto.com

7 Ways to Grow the Action Habit

Filed under: Uncategorized — internalauditindonesia @ 12:00 am

People at the top of every profession share one quality — they get things done. This ability supercedes intelligence, talent, and connections in determining the size of your salary and the speed of your advancement.

Despite the simplicity of this concept there is a perpetual shortage of people who excel at getting results. The action habit — the habit of putting ideas into action now — is essential to getting things done. Here are 7 ways you can grow the action habit:

1. Don’t wait until conditions are perfect – If you’re waiting to start until conditions are perfect, you probably never will. There will always be something that isn’t quite right. Either the timing is off, the market is down, or there’s too much competition. In the real world there is no perfect time to start. You have to take action and deal with problems as they arise. The best time to start was last year. The second best time is right now.

2. Be a doer – Practice doing things rather than thinking about them. Do you want to start exercising? Do you have a great idea to pitch your boss? Do it today. The longer an idea sits in your head without being acted on, the weaker it becomes. After a few days the details gets hazy. After a week it’s forgotten completely. By becoming a doer you’ll get more done and stimulate new ideas in the process.

3. Remember that ideas alone don’t bring success – Ideas are important, but they’re only valuable after they’ve been implemented. One average idea that’s been put into action is more valuable than a dozen brilliant ideas that you’re saving for “some other day” or the “right opportunity”. If you have an idea the you really believe in, do something about it. Unless you take action it will never go anywhere.

4. Use action to cure fear – Have you ever noticed that the most difficult part of public speaking is waiting for your turn to speak? Even professional speakers and actors experience pre-performance anxiety. Once they get started the fear disappears. Action is the best cure for fear. The most difficult time to take action is the very first time. After the ball is rolling, you’ll build confidence and things will keep getting easier. Kill fear by taking action and build on that confidence.

5. Start your creative engine mechanically – One of the biggest misconceptions about creative work is that it can only be done when inspiration strikes. If you wait for inspiration to slap you in the face, your work sessions will be few and far between. Instead of waiting, start your creative motor mechanically. If you need to write something, force yourself to sit down and write. Put pen to paper. Brainstorm. Doodle. By moving your hands you’ll stimulate the flow of ideas and inspire yourself.

6. Live in the present – Focus on what you can do in the present moment. Don’t worry about what you should have done last week or what you might be able to do tomorrow. The only time you can affect is the present. If you speculate too much about the past or the future you won’t get anything done. Tomorrow or next week frequently turns into never.

7. Get down to business immediately – It’s common practice for people to socialize and make small talk at the beginning of meetings. The same is true for individual workers. How often do you check email or RSS feeds before doing any real work? These distractions will cost you serious time if you don’t bypass them and get down to business immediately. By becoming someone who gets to the point you’ll be more productive and people will look to you as a leader.

It takes courage to take action without instructions from the person in charge. Perhaps that’s why initiative is a rare quality that’s coveted by managers and executives everywhere. Seize the initiative. When you have a good idea, start implementing it without being told. Once people see you’re serious about getting things done they’ll want to join in. The people at the top don’t have anyone telling them what to do. If you want to join them, you should get used to acting independently.

——————————————————————————————————
This article is written by John Wesley, as published at PickTheBrain.com
——————————————————————————————————

10 Kesalahan Fatal dalam Mengirimkan Dokumen Lamaran Kerja Melalui JobsDB

Filed under: Tips Seputar Wawancara Kerja — internalauditindonesia @ 12:00 am

Sejak kurang lebih dua minggu terakhir, saya melakukan eksperimen dengan mengiklankan beberapa posisi lowong di beberapa perusahaan klien saya melalui JobsDB, yang notabene sudah dikenal sebagai website paling populer di mata para job seekers.

Meskipun sejak awal bekerja di industri rekrutmen saya sudah menyadari bahwa beriklan di JobsDB ataupun job boards lainnya memerlukan kesabaran yang tinggi untuk menemukan kandidat yang tepat, tapi sampai hari ini terus terang saya masih saja takjub memperhatikan betapa cerobohnya banyak kandidat dalam mengirimkan dokumen lamaran kerja.

Saya mencoba mengumpulkan 10 kesalahan paling fatal yang umum saya temukan dari para kandidat yang mengirimkan aplikasi melalui JobsDB, yang tidak hanya memperkecil kemungkinan dimasukkan kedalam shortlist, tapi lebih parahnya… membuat aplikasi anda akan langsung dibuang atau dihapus.

10. Menggunakan cover letter standar

Menulis cover letter pada email ini sedikit banyak memang beresiko, karena bila anda tidak mengetahui bagaimana caranya menulis dengan teknik yang efektif dan efisien, salah-salah email anda malah akan dihapus karena dianggap cuma membuang waktu si recruiter.

Sebagai contoh untuk memperjelas apa yang saya maksudkan, silakan anda baca iklan lowongan kerja yang saya pasang beberapa waktu yang lalu di JobsDB.com

Associate Project Manager

Dari iklan diatas, saya menerima cover letter yang ditulis pada email sebagai berikut:

Aplikasi 1

Nah, yang menjadi masalah adalah isi dari cover letter tersebut merupakan format standar dari JobsDB.com, which is not good because it’s totally pointless.

Lalu bagaimanakah bentuk cover letter pada email yang formatnya bisa disarankan?

Silakan lihat contoh cover letter pada email dibawah ini:

Aplikasi 2

Nah, sekarang mari kita bahas satu-persatu kenapa cover letter ini efektif, efisien dan mau tidak mau membuat si recruiter tergerak untuk membaca CV yang dilampirkan secara lebih detail.

1. Email Subject. Secara jelas menyebutkan posisi yang dilamar beserta dengan pengalaman relevan yang dimiliki. Dengan email subject seperti ini, si recruiter pasti langsung tertarik untuk membaca lebih rinci isi dari email tersebut.

2. Body of Email. Anda perhatikan dari total empat paragraf yang tersusun, tidak ada satu paragraf pun yang ditulis lebih dari tiga baris. Cover letter pada email harus diusahakan singkat dan padat. Ingat, email anda hanya akan dibaca tidak lebih dari sepuluh detik.

3. Relevant Experience. Supaya tepat sasaran, tuliskan relevant experience kedalam cover letter yang dituliskan pada email anda. Silakan dilihat kembali paragraf 2 dan paragraf 3 pada contoh cover letter tersebut, lalu anda baca job requirement pada contoh iklan diatas. Paragraf 2 dan paragraf 3 secara tepat sasaran menyebutkan critical requirements yang dicari oleh si recruiter.

Menulis cover letter pada email sebetulnya tidak sulit. Kesulitan akan dialami kalau anda memaksakan diri untuk mengirimkan lamaran kerja untuk posisi yang tidak sesuai dengan kualifikasi anda.

Perlu diingat juga bahwa setiap langkah akan menentukan apakah lamaran anda akan diproses atau tidak. Dimulai dari email subject -> body of email -> relevant experience -> CV read.

Ketika email subject anda tidak memancing perhatian si recruiter dalam artian yang positif, jangan salahkan kalau email anda mungkin terlewat untuk dibaca.

Itulah pula sebabnya kenapa dari dulu saya selalu menekankan betapa pentingnya untuk “sadar diri” dengan hanya mengirimkan CV anda untuk melamar posisi yang minimal memenuhi 90%  dari seluruh kualifikasi yang anda miliki.

9. Cover letter yang terlalu panjang

Intinya, buatlah cover letter yang singkat dan mengena pada sasaran. Usahakan orang bisa membacanya dalam waktu hanya 5 detik untuk mendapatkan gambaran singkat mengenai kualifikasi dan kompetensi anda. Ini erat kaitannya dengan nomor 10 diatas.

8. Mengirimkan dokumen lamaran kerja ke alamat email selain yang tercantum

Ini betul-betul terjadi dan baru saya temukan kali ini. Seorang kandidat mengirimkan dokumen lamaran kerja yang saya iklankan di JobsDB ke alamat email yang hanya saya pergunakan untuk administrasi RSS di Feedburner. Saya dengan senang hati memberikan poin 10 kepada kandidat ini untuk kemampuan business intelligence, tapi poin 0 untuk kemampuan mematuhi instruksi tertulis.

7. Mengirimkan CV standar

Saya bisa sangat memahami bahwa menyesuaikan dan mengubah CV anda untuk setiap posisi yang anda lamar bukan merupakan perkara mudah, justru sebaliknya sangat merepotkan dan memakan waktu. Saya beritahu satu rahasia, kalau anda tidak mau bersusah-payah menyesuaikan CV anda dengan job requirements untuk setiap posisi, maka hiring manager atau stafnya juga tidak akan mau bersusah-payah membacanya lebih lanjut. Tombol DEL pada keyboard akan menjadi pilihan yang lebih menarik.

6. Mengirimkan dokumen lamaran kerja dengan data kadaluarsa

Tidak ada yang lebih menjengkelkan ketika akhirnya bisa menemukan CV dari seorang kandidat yang memenuhi semua job requirements, tapi ketika coba dihubungi ternyata nomor hp-nya sudah tidak aktif atau alamat emailnya bouncing.

5. Mengirimkan dokumen lamaran kerja dengan attachment 5 MB

Ketika anda melampirkan semua sertifikat yang anda miliki sebagai bagian dari dokumen lamaran kerja yang anda kirimkan, bukan berarti itu akan membuat dokumen anda akan masuk kedalam shortlist, tapi kemungkinan besar justru membuatnya makin cepat masuk kedalam Trash folder.

4. Mengirimkan dokumen lamaran kerja tanpa membaca job requirements

Saya sering tidak habis pikir bagaimana mungkin orang yang hanya paham menggunakan MS Office sebagai end-user dan bukan berlatar belakang pendidikan IT tetapi dengan sangat pede mengirimkan lamaran untuk posisi Software Engineer?

3. Mengirimkan dokumen lamaran kerja melalui Batch Apply

Di JobsDB ada fasilitas Batch Apply, dimana seorang kandidat bisa mengirimkan dokumen lamaran kerja ke banyak lowongan kerja yang diiklankan secara sekaligus, cukup dengan mengklik satu tombol saja. Ini tentunya menjadi salah satu alasan kenapa kesalahan nomor 4 diatas makin sering terjadi. Akan tetapi di mata hiring manager ataupun stafnya, Batch Apply kurang lebih bisa disamakan seperti Spam Apply.

2. Mengirimkan dokumen lamaran kerja asal-asalan

Saya sangat sering menerima dokumen lamaran kerja yang seakan-akan dibuat secara asal-asalan. Penuh dengan kesalahan ejaan, tidak informatif, dan lebih menonjolkan prestasi sekolah atau prestasi lain yang tidak relevan dibandingkan pengalaman kerjanya. Tidak jelas inti dan tujuan dari dokumen tersebut apa. Tiap kali menerima dokumen semacam itu, saya hanya perlu waktu 3 detik untuk menekan tombol DEL.

1. Mengirimkan dokumen lamaran kerja salah sambung

Kesalahan paling fatal yang saya temui dan membuat saya hanya perlu waktu sekitar 1 detik (maksimal 2 detik) untuk menekan tombol DEL adalah mengirimkan yang saya sebut sebagai dokumen kerja salah sambung.

Para kandidat yang mengirimkan dokumen lamaran kerja untuk lowongan yang diiklankan oleh PT DEL Jaya untuk posisi Penghapus Dokumen, tapi pada dokumen lamaran kerjanya mencantumkan bahwa aplikasi ini ditujukan kepada PT Salah Sambung untuk posisi Penjaga Telepon tidak akan pernah bisa berharap bahwa saya akan membaca melewati tiga kalimat.

———

Pesan yang ingin saya sampaikan dari tulisan ini sebetulnya sangat sederhana. Kalau anda memang menginginkan sebuah pekerjaan di tempat baru yang lebih baik dari tempat kerja anda sekarang, curahkan waktu dan tenaga untuk mempersiapkan secara serius aplikasi atau dokumen lamaran kerja yang betul-betul profesional.

Saya pribadi sangat tidak sependapat dengan opini yang menyatakan bahwa mencari kerja itu sebetulnya hanyalah Numbers Game. Semakin banyak mengirimkan CV maka semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan.

Justru yang terjadi sebaliknya, semakin banyak mengirimkan CV yang tidak sesuai dengan kualifikasi anda, maka akan makin sering pula anda ditolak. Makin sering anda ditolak maka akan semakin frustrasi pula anda jadinya.

Dengan mengubah persepsi anda mengenai proses mengirimkan lamaran kerja ini, saya sangat yakin bahwa anda akan semakin mudah menemukan pekerjaan yang tepat dan dengan effort yang relatif lebih ringan dibandingkan mengirim ratusan dokumen lamaran kerja kemana-mana.

Sumber : Suryosumarto.com

Tutorial Membuat CV yang “Menjual” (Bag. I): Menanamkan Pola Pikir Baru

Filed under: Tips Seputar Wawancara Kerja — internalauditindonesia @ 12:00 am

Kalau anda suatu ketika melihat sebuah iklan lowongan kerja yang anda minati dan anda harus membuat sebuah CV yang bisa menunjukkan seluruh kemampuan terbaik yang anda miliki serta meyakinkan pihak recruiter (baik itu headhunter ataupun staf HRD) bahwa anda adalah kandidat yang memang layak untuk dipertimbangkan, kira-kira apa yang ada dalam pikiran anda?

Seringkali yang terjadi ketika kita berniat untuk membuat CV, yang ada dalam pikiran kita adalah memaparkan segala sesuatu yang dirasa penting bagi kita tanpa memperhatikan apakah sesuatu yang kita rasa penting itu memiliki relevansi dengan pekerjaan yang kita lamar atau tidak.

Contoh soal, anda memaparkan semua pengalaman training dan workshop yang pernah anda ikuti, termasuk training soal safety driving yang jelas-jelas tidak ada relevansinya dengan pekerjaan yang anda lamar, yang dalam hal ini adalah Accounting Supervisor misalnya.

Selain tidak relevan, mencantumkan hal-hal yang sebetulnya kurang penting itu juga tanpa disadari bisa memberikan dua kerugian untuk anda.

Yang pertama, CV anda menjadi lebih panjang, dan yang kedua hal ini bisa membuat kesabaran pihak recruiter habis karena mereka dipaksa untuk membaca hal-hal yang tidak perlu dan tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan yang anda lamar.

Ketika kesabaran seorang recruiter habis, itu betul-betul cerita buruk untuk anda, karena bisa jadi CV anda akan langsung dibuang ke keranjang sampah, atau dihapus dari inbox.

Sebelum belajar teknik membuat CV yang “menjual” dari saya, ada beberapa hal yang mulai sekarang harus ditanamkan dalam pola pikir anda secara sungguh-sungguh:

  • Kualifikasi anda harus memenuhi job requirements. Mau sebagus apapun CV yang anda buat, kalau kualifikasi anda tidak memenuhi job requirements, CV anda akan berakhir di keranjang sampah. Titik!
  • Pihak recruiter tidak punya banyak waktu. Anda harus memahami bahwa menyortir ratusan bahkan ribuan CV yang masuk itu bukanlah pekerjaan yang sangat menyenangkan, jadi CV anda harus bisa merebut perhatian mereka dalam waktu 15 detik atau kurang. Lebih dari itu dan mereka belum juga bisa menemukan poin untuk men-shortlist anda… wassalam!
  • Pahami tujuan utama anda membuat CV. Banyak orang yang salah menduga untuk satu hal ini, jadi saya jelaskan kalau tujuan utama anda membuat CV bukanlah untuk mendapatkan pekerjaan. Tujuan utama anda dalam membuat CV itu adalah untuk mendapatkan panggilan interview. Sesederhana itu, tapi saya yakin belum banyak orang yang mengetahuinya.
  • Lupakan mengirimkan satu jenis CV untuk semua jenis pekerjaan. Hampir semua orang pasti melakukan hal ini, tidak terkecuali saya (dulu). Masalahnya cara seperti itu sudah tidak efektif lagi. Anda harus bisa meng-customize secara spesifik setiap CV yang anda kirimkan dengan pekerjaan yang anda lamar. Ini penting karena job requirements dari satu pekerjaan tentunya beda dengan pekerjaan yang lain. Semakin baik anda meng-customize CV anda, semakin besar pula kemungkinan anda untuk mendapatkan panggilan interview.
  • Kerapian CV tetaplah penting. Saya tidak mengharuskan anda jago dalam hal layout design untuk bisa membuat CV yang “menjual”, karena yang paling penting adalah CV anda enak dibaca dan memungkinkan untuk di-quick scan atau dibaca secara cepat. Pergunakan font standar dengan ukuran normal, dan jangan pernah sekalipun memakai font size 8 demi menghemat halaman! Anda mungkin bisa mengirimkan CV hanya dalam dua halaman dengan memakai font size 8, tapi harap diingat belum tentu pihak recruiter memiliki allowance untuk mengganti kacamatanya setiap bulan.
  • Membuat CV yang “menjual” itu mudah. Banyak yang mengira kalau CV yang “menjual” itu tentunya sangat sophisticated dan rumit untuk menyusunnya. Sama sekali tidak, bahkan sebaliknya teknik ini sangat mudah dan siapapun bisa mengerjakannya sendiri. Kalau anda bisa menguasai teknik ini dan menyesuaikan dengan kualifikasi serta job requirements dari pekerjaan yang anda minati, anda akan terkejut karena hasil akhirnya ternyata akan jauh lebih efektif.
  • Sombong itu perlu. Kalau dalam kehidupan sehari-hari anda selalu menyombongkan prestasi kerja yang pernah anda capai, saya yakin tinggal menunggu waktu saja sebelum suatu hari nanti anda dimutilasi oleh rekan kerja anda (no, I’m just kidding!). Hal sebaliknya justru saya sarankan kalau anda membuat CV, karena salah satu faktor penting dalam membuat CV yang “menjual” itu adalah seberapa bagus anda menyombongkan prestasi kerja anda. Bahkan semakin sombong akan semakin baik, selama itu memang betul-betul terjadi dan bukan merupakan karangan anda.
  • Tidak ada gunanya berbohong di CV. Anda harus memahami, kebohongan yang anda buat di CV, sekecil apapun itu bisa membahayakan anda sendiri. Ingat, sekarang makin banyak perusahaan yang melakukan reference check untuk mengetahui latar belakang seorang kandidat, dan ketika hasil dari reference check itu menunjukkan adanya kebohongan yang anda buat, tamatlah riwayat anda.

Saya pikir sangat penting bagi anda memahami pola pikir tersebut diatas secara mendalam, karena kalau anda belum memahaminya, akan sulit bagi anda untuk melangkah ke bagian selanjutnya dari tutorial ini.

Pola pikir diatas bukan omong kosong yang bisa ditawar-tawar, tapi itu adalah persyaratan mutlak yang harus terpenuhi, pondasi dan pemahaman dasar yang menentukan karir anda kedepannya.

Nah, sekarang apa yang bisa dipelajari dari bagian pertama tutorial ini?

1. Kualifikasi anda harus memenuhi job requirements

2. Pihak recruiter hanya punya waktu 15 detik atau kurang dalam menyortir CV

3. Tujuan utama anda membuat CV adalah untuk mendapatkan panggilan interview

4. Jangan pernah mengirimkan satu jenis CV untuk semua jenis pekerjaan yang anda lamar

5. Kerapian CV tetaplah penting untuk diperhatikan

6. Membuat CV yang “menjual” itu sebetulnya mudah asalkan menguasai konsep dasarnya

7. Menyombongkan prestasi kerja dalam CV itu sangat dianjurkan

8. Seluruh isi dari CV anda harus berdasar fakta, jangan pernah berbohong dalam CV

Nah, setelah bagian pertama selesai dibahas, kita akan melangkah ke bagian kedua dari tutorial. Dalam bagian kedua nanti kita akan membahas mengenai kerangka awal yang perlu dipahami untuk membuat sebuah CV yang “menjual”

Semoga bermanfaat

sumber : Suryosumarto.com

Belajar Memahami Pola Pikir Orang HRD

Filed under: Tips Seputar Wawancara Kerja — internalauditindonesia @ 12:00 am

Setiap kali membaca puluhan CV atau resume yang setiap harinya masuk ke inbox saya, ada satu hal yang rasanya masih mengganggu pikiran. Boleh dibilang dari rata-rata 20 CV atau resume yang saya terima, sekitar 15 diantaranya akan saya hapus. Maksimal 3 CV atau resume akan saya masukkan ke database, dan sisanya akan saya proses untuk kemudian selanjutnya dilakukan pre-screened melalui phone interview.

Itu artinya hanya 10% yang memiliki kesempatan untuk diproses pada saat ini, 15% yang memiliki kesempatan untuk diproses di waktu-waktu yang akan datang, dan 75% sisanya tidak akan pernah diproses lagi.

Kalau mau jujur, sebagai headhunter ingin rasanya saya bisa membuat angka persentase kandidat yang lolos pada seleksi awal ini bisa naik, minimal 20% bisa diproses saat ini dan 25% bisa dimasukkan ke database.

Masalahnya hanya satu: saya tidak akan pernah bisa membuat keinginan tersebut menjadi sebuah kenyataan bila setiap harinya masih saja banyak kandidat yang mengirimkan dokumen lamaran kerja yang memang pada dasarnya tidak layak untuk diproses (kalau mengikuti bahasa teman saya yang pernah bekerja sebagai HRD pada salah satu perusahaan terbesar di negeri ini: dokumen sampah)

Pahit memang, tapi itulah kenyataan yang terjadi.

Banyak hal yang membuat satu dokumen lamaran kerja menjadi tidak layak untuk diproses. Namun bila ditelusuri lebih mendalam, ada satu benang merah yang bisa saya sampaikan mengapa jauh lebih banyak dokumen lamaran kerja yang dihapus (bila dikirim melalui email) atau dibuang (bila dikirim melalui pos), yaitu masih banyaknya kandidat atau job seekers yang belum memahami pola pikir orang HRD secara baik.

Hampir selalu yang terjadi adalah kandidat atau job seekers dalam CV atau resumenya lebih banyak mengedepankan hal-hal yang dirasa penting bagi dirinya, tapi lupa mengedepankan hal-hal yang dirasa penting bagi orang HRD.

Sehingga kemudian menjadi tidak ada gunanya kalau dalam CV atau resume anda membanggakan prestasi (katakanlah) sebagai kapten tim cheerleaders yang menjuarai turnamen daerah sewaktu anda masih SMA, kalau anda tidak bisa menunjukkan korelasi yang signifikan antara prestasi tersebut dengan job requirements untuk posisi yang anda lamar.

Sebetulnya topik ini sudah pernah saya bahas sebelumnya, tapi dengan bahasa yang sedikit lain (meskipun inti dari pesan yang ingin disampaikan tetap sama). Garis besar pemikiran yang saya tulis pada artikel tersebut sebetulnya adalah kunci untuk memahami pola pikir orang HRD yang melakukan seleksi pada dokumen lamaran kerja yang anda kirimkan.

Bila anda bisa memahami tulisan tersebut dan kemudian mengkombinasikannya dengan tip & trik menulis CV atau resume, saya jamin tingkat kesuksesan anda untuk lolos dari tahap seleksi awal pun akan meningkat tajam, jadi tidak ada lagi cerita mengirimkan puluhan dokumen lamaran kerja tanpa pernah sekalipun mendapatkan panggilan interview.

Pada kesempatan menulis berikutnya saya berencana untuk melakukan real case study dari satu lowongan kerja yang pernah saya proses.

Saya akan tunjukkan secara detail kepada anda:

  • Bagaimana membaca iklan lowongan kerja atau job requirements secara seksama dan melakukan self assessment untuk menilai apakah anda memiliki peluang yang cukup bagus untuk lolos seleksi tahap awal.
  • Bagaimana menyesuaikan isi cover letter dan CV atau resume dengan job requirements.
  • Bagaimana menyusun secara sistematis sebuah CV atau resume yang membuat orang HRD “tidak sabar” untuk segera menghubungi anda.
  • Satu strategi sederhana namun efektif untuk mengirimkan email yang membuat orang HRD “terpancing” untuk membuka email dari anda dan kemudian membaca secara seksama cover letter, CV atau resume anda.
  • Bagaimana dengan mudah membuat layout CV atau resume yang lengkap, rapi, namun tetap jelas dibaca.

Sumber : Suryosumarto.com

Jangan Mau Jadi Pengusaha ataupun Berwirausaha!

Filed under: Uncategorized — internalauditindonesia @ 12:00 am

Memang kalau mau obyektif, menjadi pengusaha ataupun memutuskan untuk mulai berwirausaha dapat dilakukan semua orang dengan mudah, tapi yang ingin saya tekankan adalah… menjadi pengusaha yang berhasil itu tidaklah semudah yang dibayangkan.

Dalam dua tahun terakhir sudah tidak terhitung berapa banyak saya menemui orang-orang yang setelah bertahun-tahun menjadi profesional, mendapatkan gaji tetap setiap bulan, bonus di akhir tahun, THR dan berbagai benefit lain yang diberikan oleh perusahaan, tiba-tiba memutuskan berhenti bekerja didasari kebulatan tekad bahwa saat ini merupakan saat yang tepat untuk merintis usaha sendiri.

Tidak bisa disalahkan juga, karena diluar sana banyak sekali buku-buku, artikel, maupun berbagai seminar atau pelatihan yang membakar (baca: memprovokasi) semangat berwirausaha setiap orang, khususnya bagi orang-orang yang setiap harinya masih berkutat di kuadran kiri.

Tapi yang mengganggu pemikiran saya adalah melihat betapa tingginya persentase orang-orang yang memutuskan melepas comfort zone untuk kemudian menjadi pengusaha ataupun mulai berwirausaha ternyata menemui kegagalan dan kemudian memutuskan untuk kembali menjadi profesional, kembali menjadi employee, dan kembali berkutat di kuadran kiri — hanya dalam waktu setahun atau dua tahun setelah mengambil pilihan untuk menjadi pengusaha.

Kalau kembali ke pernyataan saya sebelumnya diatas, saya sepakat 100% kalau keputusan untuk menjadi pengusaha atau memulai berwirausaha itu relatif mudah untuk diambil, tapi yang paling sulit sebenarnya adalah berusaha untuk jujur kepada diri sendiri, “Apakah saya memiliki karakter atau kepribadian yang mendukung untuk menjadi pengusaha yang berhasil?”

Saya berpendapat hal inilah yang nampaknya agak kurang ditekankan dalam berbagai seminar atau pelatihan wirausaha yang banyak diselenggarakan di berbagai tempat. Tidak ada semacam sesi self-assessment untuk melihat secara lebih mendalam apakah para peserta memang memiliki karakter atau kepribadian yang mendukung untuk menjadi seorang pengusaha yang berhasil.

Nah, sebagai orang yang sebelumnya sudah pernah mengalami hidup di dua sisi kuadran, bahkan pernah pula mengalami pindah dari sisi kiri ke sisi kanan, kembali ke sisi kiri, dan kemudian kembali lagi ke sisi kanan (sampai dengan sekarang), saya ingin berbagi beberapa kepribadian atau karakter yang mutlak perlu dimiliki oleh setiap orang yang ingin menjadi pengusaha yang berhasil:

1. Integrity. Saya tempatkan ini di nomor satu karena tanpa integritas akan sangat mustahil menjadi pengusaha yang berhasil. Menjadi pengusaha yang kaya bisa diperoleh tanpa integritas, tapi menjadi pengusaha yang berhasil, yang memberikan manfaat dan membawa kebaikan kepada masyarakat sebagai suri tauladan, mustahil bisa diraih tanpa integritas yang tinggi.

2. Self Awareness. Banyak sekali orang yang terjun ke satu bidang usaha hanya karena tren atau melihat prospek keuntungan yang bisa diraih dalam jangka pendek, tanpa memperhitungkan apakah dirinya memang sungguh-sungguh memiliki passion terhadap bidang usaha tersebut. Untuk menjadi pengusaha yang berhasil, pengusaha yang inovatif, siap mengarungi derasnya arus persaingan usaha, setiap orang harus mengetahui secara pasti jawaban dari pertanyaan ini, “Apa yang menjadi passion saya?” — dan kemudian berusaha meletakkan passion tersebut sebagai pondasi yang kokoh dalam membangun dan mengembangkan usahanya.

3. Persistent. Menjadi pengusaha tidak boleh cengeng. Orang yang bertekad bulat menjadi pengusaha harus sudah sejak awal mengantisipasi bahwa kegagalan akan menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan untuk menjadi pengusaha yang berhasil. Ibarat seorang petinju, pukulan keras mungkin bisa saja membuatnya jatuh, tapi pukulan sekeras apapun tidak akan bisa menghalanginya untuk selalu bangkit lagi dan melanjutkan kembali pertarungannya.

4. Visionary. Menjadi pengusaha harus berani bermimpi. Tidak hanya sekedar mimpi, tapi harus berani bermimpi besar dalam kaitan dengan usaha yang ditekuninya. Kemana perusahaan ini akan saya bawa tahun depan? 5 tahun kedepan? 10 tahun kedepan?

5. Confidence. Banyak pengusaha yang gagal dan kemudian terpuruk sebetulnya mengalami krisis kepercayaan diri. Ibaratnya kalau sudah tidak memiliki apapun, jangan sesekali kehilangan rasa percaya diri, karena tidak ada orang lain yang bisa mencuri rasa percaya diri tersebut kecuali dirinya sendiri.

6. Risk Taker. Bukan mau menakut-nakuti, tapi ini nyata. Siapkah anda kehilangan semua kenikmatan bekerja sebagai employee dengan segala fasilitas dan gaji tetap yang sudah pasti tiap bulannya, dan kemudian menggantinya dengan segala ketidakpastian dan penderitaan sebagai seorang pengusaha, terutama di tahun-tahun pertama merintis usaha? Rata-rata entrepreneur wannabes yang saya temui ternyata tidak memiliki jantung yang cukup kuat untuk menghadapi satu hal ini.

7. Avid Learner. Membaca buku, majalah, artikel ataupun berdiskusi dan mendengarkan saran orang lain yang lebih berpengalaman, serta berbagai aktifitas lain yang bertujuan menambah ilmu dan mengembangkan diri akan sangat penting dilakukan secara kontinyu oleh setiap orang yang ingin menjadi pengusaha yang berhasil. Bahkan mau mengakui dan selalu belajar dari kesalahan masa lalu pun menjadi faktor penting yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja.

8. Decisive Leader. Kalau selama ini anda terbiasa dipimpin dan tidak terbiasa memimpin serta tidak tahu bagaimana caranya memimpin, bahkan tidak tahu bagaimana memimpin diri anda sendiri, tolong pikirkan baik-baik keinginan beralih menjadi pengusaha. Semua pengusaha yang berhasil adalah decision maker, sekaligus seorang leader, yang dapat diandalkan.

9. Solid Interpersonal Skill. Kalau berkeinginan menjadi pengusaha dan pangsa pasar yang anda bidik masih tinggal di planet Bumi, maka kemampuan berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain akan sangat memudahkan dalam berwirausaha. Meskipun ini merupakan sesuatu yang bisa dipelajari, tapi para pengusaha yang berhasil biasanya memiliki kecenderungan sejak awal memiliki interpersonal skill yang baik.

10. Discipline. Menjadi pengusaha artinya anda menjadi boss bagi diri sendiri. Tidak akan ada atasan yang mengawasi kerja anda dari balik jendela ruangannya, tidak akan ada orang lain yang menetapkan target kerja yang harus anda raih, dan tidak akan ada pula yang melotot setiap kali anda datang terlambat ke kantor. Inilah sebabnya kemampuan untuk disiplin pada diri sendiri menjadi sangat penting. Karena kalau anda ibaratnya harus “dicambuki” dulu oleh orang lain sebelum akhirnya mau mulai bekerja, sebaiknya demi kebaikan anda sendiri ya jangan pernah berpikir untuk jadi pengusaha.

Nah, jadi silakan coba untuk jujur kepada diri sendiri. Bila anda tidak bisa memenuhi minimal 8 dari 10 karakter yang telah saya sebutkan diatas, mungkin memang kedepannya anda akan bisa lebih berkembang kalau tetap bekerja sebagai employee, sehingga dengan mantap saya tekankan kepada anda… JANGAN MAU JADI PENGUSAHA ATAUPUN BERWIRAUSAHA!

Sumber : suryosumarto.com

Perhatikan Cara Bicara Anda di Telepon

Filed under: Tips Seputar Wawancara Kerja — internalauditindonesia @ 12:00 am

Boleh dipercaya atau tidak, sebagai seorang headhunter saya bisa menilai sebagian kepribadian seseorang hanya dari mendengarkan cara dan gaya bicaranya melalui telepon. Saya bisa dengan cepat menilai apakah orang ini termasuk tipe orang yang percaya diri, memiliki interpersonal skill yang baik, diplomatis atau malah sebaliknya termasuk tipe orang yang arogan.

Kenapa bisa begitu?

Sebetulnya ada alasan sederhana dibalik itu semua, saya menyimpulkan berdasarkan pengamatan bertahun-tahun bahwa cara dan gaya bicara seseorang di telepon itu sedikit banyak mencerminkan cara dan gaya bicaranya sehari-hari bila berhubungan dengan orang lain, yang berarti juga mencerminkan kepribadiannya di mata orang lain.

Akan lebih mudah lagi menilai kepribadian seseorang bila orang itu baru pertama kali berbicara dengan kita melalui telepon, karena tanpa disadari hampir semua orang akan memasang sikap ‘waspada’ bila dihubungi ‘orang asing’ untuk pertama kalinya melalui telepon. Dari sikap ‘waspada’ itulah sebetulnya dengan cepat saya bisa menilai bagaimana kepribadian orang tersebut.

Sebagai seorang headhunter yang baik, saya tidak pernah menutup-nutupi kelemahan kandidat terutama dalam hal kepribadian ini, bila memang dia memiliki masalah dalam berkomunikasi saya akan mencantumkannya dalam report yang saya kirimkan ke klien, demikian pula bila kandidat memiliki kecenderungan bersikap arogan atau interpersonal skill-nya saya ragukan, semua itu akan tercantum pada komentar yang saya kirimkan ke klien.

Beberapa hari yang lalu terbukti bahwa penilaian singkat itu sangat diperhatikan oleh klien ketika saya mengirimkan CV dari seorang kandidat yang sebetulnya memiliki kompetensi teknis yang cukup memadai untuk menempati posisi di perusahaan klien, tapi akhirnya klien tersebut menolak si kandidat karena dalam komentar saya cantumkan juga bahwa sebagai seorang profesional saya merasa kandidat tersebut arogan dan kurang memiliki interpersonal skill yang baik. Intinya, klien tidak mau membuang waktu memproses orang yang memiliki kepribadian kurang ideal.

Jadi mulai hari ini, perhatikan betul cara bicara anda di telepon… terutama ketika headhunter menghubungi anda. Bicara dengan nada profesional tapi tetap terkesan friendly, berikan informasi apapun yang dirasa perlu untuk mendukung nominasi anda sebagai salah satu kandidat yang layak dipertimbangkan. Tidak perlu bicara terlalu hati-hati karena headhunter selalu bisa merasakan apakah lawan bicaranya berusaha menutupi sesuatu atau tidak.

Ingat, penilaian awal headhunter melalui phone interview yang seakan-akan casual talk itu bisa sangat menentukan kans anda untuk menuju tahapan rekrutmen selanjutnya di perusahaan yang mungkin menjadi idaman anda.

Sumber : Suryosumarto.com

Tutorial Membuat CV yang “Menjual” (Bag. II): Kerangka Awal Sebuah CV yang Menjual

Filed under: Tips Seputar Wawancara Kerja — internalauditindonesia @ 12:00 am

Saya selalu menekankan ke semua orang yang berkonsultasi ke saya bahwa membuat CV yang menjual itu bukan semata-mata masalah bagaimana membuat CV dengan desain yang menarik.

Lebih dari itu, membuat CV yang menjual pada prinsipnya adalah bagaimana menjual kemampuan dan kualifikasi yang kita miliki kedalam 2 lembar kertas (3 lembar maksimum) sehingga dalam waktu singkat pihak recruiter ataupun pihak HRD perusahaan yang kita lamar akan bisa dengan cepat memasukkan CV kita kedalam interview shortlist.

Karena setiap hari pekerjaan saya memelototi puluhan bahkan kadang ratusan CV yang masuk, hampir selalu saya temui pola pikir dari kandidat atau pelamar kerja yang mengutamakan pencantuman informasi tentang diri sendiri dengan selengkap-lengkapnya kedalam CV.

Hasilnya adalah CV dengan jumlah lebih dari dua halaman tapi tanpa tujuan yang jelas dan cenderung membingungkan orang yang membacanya.

Hal ini sering terjadi terutama karena saya tahu banyak diantara para kandidat atau pelamar kerja (mungkin juga termasuk anda yang membaca tulisan ini) yang selalu mengirimkan satu jenis CV ke semua lowongan pekerjaan yang anda lamar.

SALAH BESAR!

Tidak semua lowongan pekerjaan itu sama.

Meskipun anda melamar untuk posisi yang sama di dua perusahaan yang berbeda, tapi saya yakin kualifikasi yang dicari pastilah berbeda antara perusahaan A dan perusahaan B — apalagi kalau anda melamar untuk posisi yang sama sekali berlainan, tentunya CV yang bersifat “generik” akan dengan cepat dihapus atau dibuang.

Anda mungkin tidak percaya, tapi ada satu cara efektif untuk membuat CV anda selalu dimasukkan kedalam interview shortlist

Pastikan kualifikasi anda memenuhi job requirements dan sesuaikan secara spesifik CV anda dengan job requirements tersebut!

Anda masih ingat dengan tutorial bagian I, dimana saya tegaskan bahwa tujuan utama anda dalam membuat CV adalah semata-mata hanya untuk mendapatkan panggilan interview?

Hampir tidak ada gunanya membuat CV yang panjang, karena pihak recruiter atau HRD hanya akan membaca semua CV yang masuk secara sepintas. Jarang sekali seseorang yang in-charge untuk rekrutmen membaca CV seseorang lebih dari 30 detik.

Nah, untuk itu buatlah pekerjaan pihak recruiter atau HRD menjadi lebih mudah dengan membuat CV dalam dua (atau maksimal tiga) halaman saja yang secara spesifik menonjolkan kualifikasi anda yang sesuai dengan job requirements.

Untuk membuat CV dengan model seperti itu tentunya penting juga anda pahami informasi krusial apa saja yang harus ada didalam sebuah CV yang menjual.

Inilah kerangka awalnya:

  • Executive Summary / Key Qualifications
  • Skills / Competencies — (yang ini tidak wajib, dan bisa diletakkan di awal ataupun di tengah CV)
  • Professional Experience
  • Educational Background
  • Relevant Trainings / Professional Certifications
  • Additional Information

Hah, hanya sesingkat itukah?

Ya memang kerangka awalnya hanya seperti itu, tapi ingat kalau kerangka ini nantinya akan kita kembangkan sehingga menjadi sebuah CV utuh yang bisa menjual kemampuan kita hanya dalam dua atau tiga halaman.

Di sisi lain, kerangka ini tidak bersifat mengikat, anda bisa mengembangkannya tanpa harus terlalu saklek mengikuti pedoman yang saya buat.

Intinya tujuan utama kita dalam membuat CV bisa tercapai, yaitu mendapatkan panggilan interview.

Itulah akhir dari tutorial bagian II.

Pada tutorial selanjutnya kita akan bahas satu-persatu bagaimana mengembangkan kerangka awal dari CV yang menjual ini kedalam sebuah bentuk utuh yang menyesuaikan dengan job requirements yang diminta.

Untuk memudahkan anda memahami pembahasan bagian selanjutnya dari tutorial ini, saya akan mulai mengambil satu contoh studi kasus berdasarkan CV asli dari seorang kandidat yang pernah saya proses dan saya akan jelaskan bagaimana kita akan memodifikasi CV tersebut agar bisa sesuai dengan kualifikasi dari posisi yang ingin dilamarnya.

Tentu saja CV tersebut sudah disamarkan informasinya, jadi nama akan berupa nama fiktif, demikian pula dengan nama perusahaan dan informasi sensitif lainnya.

Sumber : Suryosumarto.com

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.